RSS Feed
Showing posts with label Medical. Show all posts
Showing posts with label Medical. Show all posts

Wednesday, October 26, 2011

Pengertian Obat Tetes Mata


Obat tetes mata merupakan sediaan berupa larutan atau suspense, digunakan untuk mata dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata. Obat-obat yang digunakan pada produk optaimik dapat dikategorikan menjadi miotik, midriatik, siklopegik, anti-inflamatory agent, anti infeksi, anti glaucoma, senyawa diagnostic dan anestetik local.

Kelebiahan Dan Kekurangan Obat Tetes Mata

Kelebihan :

1. Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal homogeny, bioavailabilitas, dan kemudahan penanganan.

2. Suspense mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas dan efek terapinya.

Kekurangan :

1. Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas (± 7μL) maka larutan yang berlebih dapat masuk ke nasel cavity lalu masuk ke jalur GI menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan. Misalnya β-bloker untuk perawatan glaucoma dapat menjadi masalah bagi pasien gangguan jantung atau asma bronchial.

2. Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi, selain itu kapiler pada retina dan iris relatf non permeable sehingga umumnya sediaan untuk mata adalah efeknya local atau topical.Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi, selain itu kapiler pada retina dan iris relatf non permeable sehingga umumnya sediaan untuk mata adalah efeknya local atau topical.


Persyaratan Sediaan Tetes Mata

Steril

Farmakope modern mesyaratkan sterilitas kuman bagi optalmika (angka kuman harus 0). Pembuatan tetes mata pada dasarnya pada kondisi kerja aseptik.

Jernih
Persyaratan larutan bebas partikel bertujuan menghindari rangsangan akibat bahan padat. Filtrasi dengan kertas saring atau kain wol tidak dapat menghasilkan larutan bebas partikel melayang. Oleh karena itu, sebagai material penyaring kita menggunakan leburan gelas. Misalnya Jenaer Fritten berukuran pori G3-G5.


Pengawetan (antimicrobial preservative)

Meskipun steril, ketika disalurkan setiap larutan untuk mata ini harus mengandung bahan antibakteri yang efektif yang tidak mengiritasi atau campuran dari bahan-bahan tersebut untuk mencegah berkembang atau masuknya mikroorganisme dengan tidak sengaja yang masuk k edalam larutan, ketika wadah terbuka selama pemakaian. Pengawetan yang tepat dan konsentrasi maksimum dari pengawet untuk tujuan ini termasuk:

1) a) 0,013% benzalkonium klorida

2) b) 0,01% benzetonium klorida

3) c) 0,5% klorobutanol

4) d) 0,004% fenilmerkuri asetat

5) e) 0,004% fenilmerkuri nitrat

6) f) 0,01% timerosal

Tonisitas

Karena kandungan elektrolit dan koloid di dalamnya, cairan air mata memiliki tekanan osmotik, yang nilainya sama dengan darah dan cairan jaringan. Besarnya adalah 0,65 – 0,8 M Pa (6,5 – 8 atmosfir), penurunan titik bekunya terhadap air 0,52° K atau konsentrasinya sesuai dengan larutan natrium klorida 0,9% dalam air. Larutan hipertonis relatif lebih dapat diterima daripada hipotonis. Larutan yang digunakan pada mata luka atau yang telah dioperasi menggunakan larutan isotonis. Pada larutan yang mengandung perak, kita memakia garam nitrat 1,2 – 1,6%.

Stabilitas
Pendaparan

Harga pH mata sama dengan darah, yaitu 7,4. Pada pemakaian tetesan biasa, larutan yang nyaris tanpa rasa nyeri adalah larutan dengan pH 7,3 – 9,7. Namun, daerah pH 5,5 – 11,4 masih dapat diterima. Larutan dapar berikut digunakan secara internasional:

1. Dapar Natrium asetat – Asam borat, kapasitasnya tinggi di daerah asam.

2. Dapar fosfat, kapasitasnya tinggi di daerah alkalis.

Viskositas dan aktivitas permukaan

Tetes mata dalam air mempunyai kekurangan karena dapat ditekan keluar dari saluran konjungtiva oleh gerakan pelupuk mata. Namun, melalui peningkatan viskositas tetes mata dapat mencapai distribusi bahan aktif yang lebih baik di dalam cairan dan waktu kontak yang panjang. Sebagai peningkat viskositas, kita memakai metilselulosa dan polivinilpirilidon (PVP) dan sangat disarankan menggunakan polivinilalkohol (PVA) 1-2%. Kita memakai larutan dengan viskositas 5-15 mPa detik (5-15 cP). Apabila zat padat sulit larut, maka kita dapat menambahkan Tween 80, polioksietilen 40, stearat dan benzalkonium klorida atau benzalkonium bromida.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Obat Tetes Mata

1. Sterilisasi sediaan dan adanya bahan pengawet untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme pada waktu wadah dibuka untuk digunakan.

2. Jika tidak mungkin dibuat isotonis dan isohidris maka larutan dibuat hipertonis dan pH dicapai melalui teknik euhidri.

3. Adanya air mata yang dapat mempersingkat waktu kontak antara zat aktif dengan mata (maka perlu ditambahkan bahan pengental).

4. pH optimum lebih diutamakan untuk menjamin stabilitas sediaan.

5. Dapar yang ditambahkan mempunyai kapasitas dapar yang rendah, tetapi masih efektif untuk menunjang stabilitas zat aktif dalam sediaan.

6. Konsentrasi zat aktif berpengaruh pada penetrasi zat aktif yang mengikuti mekanika absorpsi dengan cara difusi pasif.

7. Peningkatan viskositas dimaksudkan untuk meningkatkan waktu kontak sediaan dengan kornea mata.

8. Beberapa larutan obat mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya serap dan menyediakan kadar bahan aktif yang cukup tinggi untuk menghasilkan efek obat yang cepat dan efektif. Apabila larutan obat seperti ini digunakan dalam jumlah kecil, pengenceran denagn air mata cepat terjadi sehingga rasa perih akibat hipertonisitas hanya sementara.

9. Pembuatan obat mata dengan sistem dapar mendekati pH fisiologis dapat dilakukan dengan mencampurkan secara aseptik larutan obat steril dengan larutan dapar steril. Walaupun demikian, perlu diperhatikan mengenai kemampuan berkurangnya kestabilan obat pada pH yang lebih tinggi, pencapaian dan pemeliharaan sterilitas selama proses pembuatan. Berbagai obat, bila didapar pada pH yang dapat digunakan secara terapeutik, tidak akan stabil dalam larutan untuk jangka waktu yang lama. Sediaan ini dibeku-keringkan dan direkonstitusikan segera sebelum digunakan.

Sterilisasi Alat

1. Alat Dan Cara Sterilisasi

2. Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi

3. Erlenmeyer 1 buah Oven 1700 C

4. Gelas Ukur 1 buah Autoklaf 115-1160 C

5. Beaker glass 2 buah Oven 1700 C

6. Kaca Arloji 3 buah Oven 1700 C

7. Pinset 1 buah Oven 1700 C

8. Pipet tetes tanpa karet 1 buah Autoklaf 115-1160 C

9. Batang Pengaduk gelas 1 buah Oven 1700 C

10. Spatel logam 1 buah Oven 1700 C

11. Kertas saring 2 buah Autoklaf 115-1160 C

12. Corong 1 buah Autoklaf 115-116° C

13. Spuit 1 buah Autoklaf 115-116° C

14. Botol tetes mata plastik 1 buah Autoklaf 115-116° C


Langkah Pembuatan

1. Menyiapkkan alat dan bahan yang akan di gunakan

2. Alat dan bahan disterilisasi sesuai dari data sterilisasi

3. Membuat API (Aqua Proinjection)

4. Dipanaskan aquadest dalam Erlenmeyer sampai air mendidih (dicatat waktunya)

5. Setelah mendidih dipanaskan kembali hingga 30 menit

6. Kemudian dipanaskan kembali selama 10 menit agar diperoleh API bebas O2

7. Menimbang zat aktif dan zat tambahan (ditempatkan pada kaca arloji yang berbeda-beda yang telah disterilisasi)

8. Zat aktif dan zat tambahan dilarutkan dengan Aqua proinjection (API) didalam beaker glass

9. Kaca arloji yang telah digunakan dibilas dengan Aqua proinjection (API), kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass

10. Larutan ditambahkan Aqua proinjection (API) sampai sebelum tanda batas, kira-kira 3 mL sebelum tanda batas (beaker glass telah dikalibrasi)

11. Dilakukan cek pH

12. Larutan ditambahkan Aqua proinjection (API) sampai tanda batas

13. Larutan disaring menggunakan kertas saring rangkap dua (sebelumnya kertas saring telah dibasahi dengan Aqua proinjection (API)

14. 10 mL larutan dimasukkan ke dalam gelas ukur, kemudian dimasukkan ke dalam botol tetes mata

15. Botol tetes mata ditutup

Thursday, April 14, 2011

PHYSICAL DESCRIPTION



A physical description of a person is needed in certain situations, such as when we have just been robbed and we need to tell the police what the robber looks like. We also need to have a description of the person we are going to meet at the airport, if we have never seen him/her before. If someone asks you what a certain person looks like (for instance your mother or your friend), what do you say?

A. General Description
When we describe a person, we usually mention the general features first; for example, Maria is tall and dark; she is good-looking.
The following groups of words and phrases contain characteristics for a general description. Look them over.
(NOTE: in some cases, a word or phrase in one group can also belong to another group)

COMPLEXION:
HEIGHT:
AGE:
BUILD/FIGURE:

LOOKS: fair, dark
tall, short, of average height
old, young, elderly, middle-aged
small, tiny, bug, stocky, muscular, skinny, slim, slender, plump, fat, obese
attractive, beautiful, charming, pretty, cute, sexy, plain, ugly

Activity 1: Identifying physical characteristics for a general description
Now, pair up with a friend. First, give a general description of your friend. Next, do the same for yourself. Use the spaces provided below.

MY FRIEND

COMPLEXION:
HEIGHT:
AGE:
BUILD/FIGURE:
LOOKS:


ME

COMPLEXION:
HEIGHT:
AGE:
BUILD/FIGURE:
LOOKS:


B. A more Detailed Description
Besides general descriptions, we sometimes may need to give a more detailed description of a person’s physical features.
- Height, weight, and age
height : - Siti is 1.65 meters tall
or: Her height is 1.65 meters

weight : - She weighs about 55 kilograms
or: Her weight is about 55 kilograms

age : - Siti is 21 years old
or: She is 21

When we ask questions about someone’s height, weight, and age, we usually use the question word How or What. Look at the following questions and the answers.

QUESTIONS

- how tall are you?
- what’s your height?

- how much do you weigh?
- what’s your weight?

- how old are you?
- what’s your age? ANSWERS

- I’m 1.63 meters tall
- I’m 1.63

- I weigh 53 kilos
- My weight is 53 kilos

- I’m 19 years old
- I’m 19

Activity 2: Talking about people’s height, weight, and age
Complete the short dialogs below with either a question or an answer
1a. Doctor : How …………………………?
Mrs. Kus : He’s eleven
1b. Mira : Isn’t she still a teenager?
Nuri : ………………………………..
2a. Rudianto : How tall is Sara?
Sam : Sara? I guess …………………
2b. Mrs. Utoyo : Little Tito has really grown since I last saw him. What …………
Mrs. Tan : I measured him only last week. He’s 73 cm now.
3a. Tommy : Am I wrong, or have you really gained weight?
How much do you weigh now?
John : Yes, I’m afraid I’m rather overweight. I think …………………..
3b. Doctor : ……………………………………?
……………………………………?
Nurse : She is 1.55 meters tall, and she weighs 50 kilograms.


-Parts of the Body
To give a detailed description of a person’s physical features, we often describe parts of the body. What are the different parts of the body?
Activity 3: Identifying parts of the body
-eyebrow -forehead -arm -neck
-elbow -nose -hair -knee
-leg -ear -face -foot
-mouth -shoulder -hand -ankle
others….

Each person has special physical features. They are the characteristics that distinguish him/her from another person, or that make him/her look like somebody else. To say what a person looks like, we need to know the words that are used to give a physical description. For example, Andreas has black hair. His shoulders are narrow. He has long legs.
The WORD BANK below contains adjectives that we can use to describe a person’s physical features.

WORD BANK
ebony
blue
blond
dark brown
grey pale
bright
narrow
thinning
flabby chubby
kinky
flat
pointed
bald oblong
almond-shaped
angular
slanted
aquiline

Look at how the adjectives are used in sentences

HAIR:

FACE:

EYES:

NOSE:

CHEEKS:

EARS:

SHOULDERS:

LEGS: Short, curly

long, oval

small, bright

small, flat

chubby

small

narrow

slender  Win has short hair
OR: Her hair is curly
 James has a long face
OR: His face is oval
 Shana has small eyes
OR: Her eyes are bright
 Kino has a small nose
OR: His nose is flat
 Her cheeks are chubby
OR: She has chubby cheeks
 He has small ears
OR: His ears are small
 Anton has narrow shoulders
OR: His shoulders are narrow
 Rita has slender legs
OR: Her legs are slender



Activity 4: Describing parts of the body
Describe the physical features of someone you know. Use words from the WORD BANK and other words you have already learned.

C. Specific Facial Features
When we describe a person, we most often describe his/her facial features. Besides the adjectives in the WORD BANK, we can use nouns to describe a person. Look at the following nouns:

moustache beard sideburns ponytail freckles
dimple pug nose birthmark mole scar

Now look at the following description of someone’s face here and try to draw it:
James has a long face. His face is oval. He has a pug nose and small ears. James has a big beard, a thick moustache, sideburns, and also a mole on his left cheek.

TUGAS SISTEM SENSORI PERSEPSI “PENYAKIT TINITUS PADA TELINGA DALAM”

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Tinnitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu mendengar bunyi, namun tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Sumber bunyi tersebut berasal dari tubuh penderita itu sendiri, meski demikian tinnitus hanya merupakan gejala, bukan penyakit, sehingga harus di ketahui penyebabnya.(dr. Antonius HW SpTHT dalam artikel Suara Keras Sebabkan Telinga Mendenging.Indopos Online)
Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya bisa berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis, atau berbagai macam bunyi lainnya. Gejalanya bisa timbul terus menrus atau hilang timbul.(Putri Amalia dalam artikel Gangguan Pendengaran ”Tinnitus”.FK Universitas Islam Indonesia)ETIOLOGI
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya tinnitus sangat beragam,beberapa penyebabnya anatara lain:
a. Kotoran yang ada di lubang telinga, yang apabila sudah di bersihkan rasa berdenging akan hilang
b. Infeksi telinga tengah dan telinga dalam
c. Gangguan darah
d. Tekanan darah yang tinggi atau rendah, dimana hal tersebut merangsang saraf pendengaran
e. Penyakit meniere’s Syndrome, dimana tekanan cairan dalam rumah siput meningkat, menyebabkan pendengaran menurun, vertigo, dan tinnitus
f. Keracunan obat
g. Penggunaan obat golongan aspirin,dsb.

C. KLASIFIKASI
 Tinnitus Frekuensi rendah (low tone) seperti bergemuruh
 Tinnitus frekuensi tinggi (high tone)seperti berdenging

D. MANIFESTASI KLINIS
Pendengaran yang terganggu biasanya di tandai dengan mudah marah, pusing, mual dan mudah lelah. Kemudian pada kasus tinnitus sendiri terdapat gejala berupa telinga berdenging yang dapat terus menerus terjadi atau bahkan hilang timbul.
Denging tersebut dapat terjadi sebagai tinnitus bernada rendah atau tinggi. Sumber bunyi di ataranya berasal dari denyut nadi, otot-otot dala rongga tellinga yang berkontraksi, dan juga akibat gangguan saraf pendengaran.

E. PATOFISIOLOGI
Tinnitus biasanya di hubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena gangguan konduksi, yang biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika di sertai dengan inflamasi, bunyi dengung akan terasa berdenyut (tinnitus pulsasi) dan biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga, tumor, otitis media, dll.
Pada tuli sensorineural, biasanya timbul tinnitus subjektif nada tinggi (4000Hz). Terjadi dalam rongga telinga dalam ketika gelombang suara berenergi tinggi merambat melalui cairan telinga, merangsang dan membunuh sel-sel rambut pendengaran maka telinga tidak dapat berespon lagi terhadap frekuensi suara. Namun jika suara keras tersebut hanya merusak sel-sel rambut tadi maka akan terjadi tinnitus, yaitu dengungan keras pada telinga yang di alami oleh penerita. (penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT edisi 2 thn 2000 hal 100). Susunan telinga kita terdiri atas liang telinga, gendang telinga, tulang-tulang pendengaran, dan rumah siput. Ketika terjadi bising dengan suara yang melebihi ambang batas, telinga dapat berdenging, suara berdenging itu akibat rambut getar yang ada di dalam rumah siput tidak bisa berhenti bergetar. Kemudian getaran itu di terima saraf pendengaran dan diteruskan ke otak yang merespon dengan timbulnya denging.
Kepekaan setiap orang terhadap bising berbeda-beda, tetapi hampir setiap orang akan mengalami ketulian jika telinganya mengalami bising dalam waktu yag cukup lama. Setiap bising yang berkekuatan 85dB bisa menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu di Indonesia telah di tetapkan nilai ambang batas yangn di perbolehkan dalam bidang industri yaitu sebesar 89dB untuk jangka waktu maksimal 8 jam. Tetapi memang implementasinya belum merata. Makin tinggi paparan bising, makin berkurang paparan waktu yang aman bagi telinga.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tinnitus merupakan suatu gejala klinik penyakit telinga, sehingga untuk memberikan pengobatannya perlu di tegakkan diagnosa yang tepat sesuai dengan penyebab,dan biasanya memanng cukup sulit untuk di ketahui. Untuk memastikan diagnosis perlu di tanyakan riwayat terjadinya kebisingan, perlu pemerikasaan audio-metri nada murni (pure tone audiometry). Pada pemeriksaan nada murni gambaran khas berupa takik (notch) pada frekuensi 4kHz. Anamnesis merupakan hal utama dan terpenting dalam menegakkan diagnosa tinnitus. Hal yang perlu di gali adalah seperti kualitas dan kauantitas tinnitus, apakah ada gejala lain yang menyertai ,seperti vertigo ,gangguan pendengaran, atau gejala neurologik. Pemeriksaan fisik THT dan otoskopi harus secara rutin di lakukan, dan juga pemeriksaan penala,audiometri nada murni,audiometri tutur,dan bila perlu lakkukan ENG.
G. PENATALAKSANAAN
Pada umumnya pengobatan gejala tinnitus dibagi dalam 4 cara, yaitu:
1. Elektrofisiologik, yaitu memberi stimulus elektroakustik (rangsangan bunyi) dengan intensitas suara yang lebih keras dari tinnitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau tinnitus masker.
2. Psikologik, yaitu dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan pasien bahwa penyakitnya tidak membahayakan dan bisa disembuhkan, serta mengajarkan relaksasi dengan bunyi yang harus didengarnya setiap saat.
3. Terapi medikametosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas diantaranya untuk meningkatkan aliran darah koklea,transquilizer,anti depresan sedatif,neurotonik, vitamin dan mineral.
4. Tindakan bedah, dilakukan pada tumor akustik neuroma. Namun, sedapat mungkin tindakan ini menjadi pilihan terakhir,apabila gangguan denging yang diderita benar-benar parah.Pasien juga di berikan obat penenang atau
obat tidur,untuk membantu memenuhi kebutuhan istirahat, karena penderita tinnitus biasanya tidurnya sangat terganggu oleh tinnitus itu sendiri, sehingga perlu di tangani,juga perlu di jelaskan bahwa gangguat tersebut sulit di tanangi,sehingga pasien di anjurkan untuk beradaptasi dengan keadaan tersebut,karena penggunaan obat penenang juga tidak terlalu baik dan hanya dapat di gunakan dalam waktu singkat.

H. PROSES KEPERAWATAN
Diagnosa
1. Cemas b/d kurangnya informasi tentang gangguan pendengaran (tinnitus)
Tujuan / Kriteria Hasil:
• Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien terhadap penyakit
Meningkat

Intervensi :
• Kaji tingkat kecemasan / rasa takut
• Kaji tingkat pengetahuan klien tentang gangguan yang di alaminya
• Berikan penyuluhan tentang tinnitus
• Yakinkan klien bahwa penyakitnya dapat di sembuhkan
• Anjurkan klien untuk rileks, dan menghindari stress.
2. Gangguan istirahat dan tidur b/d gangguan pendengaran
Tujuan / Kriteria Hasil :
• Gangguan tidur dapat teratasi atau teradaptasi
Intervensi :
• Kaji tingkat kesulitan tidur
• Kolaborasi dalam pemberian obat penenang/ obat tidur
• Anjurkan klien untuk beradaptasi dengan gangguan tersebut.
3. Resiko kerusakan interaksi sosial b/d hambatan komunikasi
Tujuan / Kriteria Hasil :
• Resiko kerusakan interaksi sosial dapat di minimalkan
Intervensi :
• Kaji kesulitan mendengar
• Kaji seberapa parah gangguan pendengaran yang di alami klien
• Jika mungkin bantu klien memahami komunikasi nonverbal
• Anjurkan klien menggunakan alat bantu dengar setiap di perlukan jika tersedia.


DAFTAR PUSTAKA
• Doenges, Marilynn,E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi ketiga, penerbit buku kedokteran. EGC.1999.
• dr. Antonius HW SpTHT dalam artikel Suara Keras Sebabkan Telinga Mendenging . (Indopos Online)
• Putri Amalia.Dalam artikel kesehatan.Tinnitus.FK. Universitas Islam Indonesia
• www.suarasurabaya.net/v05/konsultasikesehatan/?p=126
• www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/022006/09/cakrawala/lainnya04.htm
• www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2003/031/kes3.html
• www.solusisehat.net/tips_kesehatan.php?id=496
• www.radarlampung.co.id/edisi_minggu/keluarga/denging,_efek_listrik_tubuh.radar
• http://jurnalnasional.com/?med=about%20us

Tumor Tiroid

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Kanker tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu:
papiler, folikuler, anaplastik dan meduler.Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar.Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.
Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.

B. ETIOLOGI
Etiologi dari penyakit ini belum pasti, yang berperan khususnya untuk terjadi well differentiated (papiler dan folikuler) adalah radiasi dan goiter endemis, dan untuk jenis meduler adalah factor genetic. Belum diketahui suatu karsinoma yang berperan untuk kanker anaplastik dan meduler. Diperkirakan kanker jenis anaplastik berasal dari perubahan kanker tiroid berdiferensia baik (papiler dan folikuler), dengan kemungkinan jenis folikuler dua kali lebih besar.
Radiasi merupakan salah satu factor etiologi kanker tiroid. Banyak kasus kanker pada anak-anak sebelumnya mendapat radiasi pada kepala dan leher karena penyakit lain. Biasanya efek radiasi timbul setelah 5-25 tahun, tetapi rata-rata 9-10 tahun. Stimulasi TSH yang lama juga merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid. Faktor resiko lainnya adalah adanya riwayat keluarga yang menderita kanker tiroid dan gondok menahun.






C. KOMPLIKASI
1. Perdarahan. Resiko ini minimum, namun hati- hati dalam mengamankan hemostatis dan penggunaan drain setelah operasi.
2. Masalah terbukanya vena besar (vena tiroidea superior) dan menyebabkan embolisme udara. Dengan tindakan anestesi mutakhir, ventilasi tekanan positif yang intermitten, dan teknik bedah yang cermat, bahaya ini dapat di minimalkan.
3. Trauma pada nervus laringeus rekurens. Ia menimbulkan paralisis sebagian atau total (jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang kuat dan ke hati- hatian pada saat operasi harus diutamakan.
4. Sepsis yang meluas ke mdiastinum. Seharusnya ini tidak doleh terjadi pada operasi bedah sekarang ini, sehingga antibiotik tidak diperlukan sebagai pofilaksis lagi.
5. Hipotiroidisme pasca bedah. Perkembangan hipotiroidisme setelah reseksi bedah tiroid jarang terlihat saat ini. Ini dievaluasi dengan pemeriksaan klinik dan biokomia yang tepat pasca bedah.
6. Hipokalsemi. Karena terangkatnya kelenjar paratiroid pada saat pembedahan.

D. MANIFESTASI KLINIS

Karsinoma papilaris

Jenis yang paling banyak ditemukan, Neoplasma tumbuh lambat dan menyebar melalui saluran getah bening ke kelenjar getah bening regional.

Karsinoma folikuler
Tumor sangat mirip tiroid normal, meskipun pada suatu saat dapat berkembang secara progresif, cepat menyebar ketempat-tempat yang jauh letaknya. Tumor ini tidak hanya secara histologis menyerupai folikel tiroid, tetapi juga mampu menangkap yodium radioaktif. Cara metastasis melalui aliran darah ketempat jauh letaknya seperti paru-paru dan tulang.
Karsinoma meduler
Sel asal neoplasma ini adalah sel C atau sel parafolikuler. Seperti sel prekursornya, maka tumor ini sanggup mensekresi kalsitonin. Meskipun tampaknya tumor ini tumbuh lambat, tumor cenderung mengalami metastasis ke kelenjar getah bening local pada stadium dini. Kemudian tumor ini akan menyebar melalui aliran darah ke paru-paru, hati, tulang dan organ-organ tubuh lainnya dan ada kecenderungan bermetastasis pada stadium dini. Perkembangan dan perjalanan klinisnya dapat diikuti dengan mengukur kadar kalsitonin serum.



Karsinoma anaplastik
Jenis tumor ini sangat ganas dan penyebarannya sangat cepat serta berdiferensiasi buruk. Karsinoma ini memperlihatkan bukti invasi lokal pada stadium dini ke struktur-struktur disekitar tiroid, serta metastasis melalui saluran getah bening dan aliran darah.
E. PATOFISIOLOGI
Karsinoma tiroid merupakan neoplasma yang berasal dari kelenjar yang terletak di depan leher yang secara normal memproduksi hormone tiroid yang penting untuk metabolisme tubuh.Infiltrasi karsinoma tiroid dapat ditemukan di trachea, laring, faring, esophagus, pembuluh darah karotis, vena jugularis, struktur lain pada leher dan kulit.
Metastase limfogen dapat meliputi semua region leher sedangkan metastase hematogen biasanya di paru, tulang, otak dan hati. Kanker ini berdiferensiasi mempertahankan kemampuan untuk menimbun yodium pembesaran kelenjar getah bening. Lokasi kelenjar getah bening yang bisa membesar dan bisa teraba pada perabaan yakni di ketiak, lipat paha. Ada juga kelenjar getah bening yang terdapat di dalam tubuh yang mana tidak dapat diraba yakni didalam rongga perut. Penyebab dari pembesaran kelenjar getah bening adalah infeksi non spesifik, infeksi spesifik (TBC), keganasan (lymphoma).
Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Laboratorium
• pemeriksaan kadar ft4 dan tshs untuk menilai fungsi tiroid.
• untuk pasien yang dicurgai karsinoma medulare harus diperiksa kadar kalsitonin dan vma.
• Radiology
• foto polos leher ap dan lateral dengan metode soft tissue technique dengan posisi leher hiperekstensi , bila tumornya besar. Untuk melihat ada tidaknya kalsifikasi.
• dilakukan pemeriksaan foto thorax pa untuk menilai ada tidaknya metastase dan pendesakkan trakea.
• esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi ke esophagus.
• pembuatan foto tulang belakang bila dicurigai adanya tanda-tanda metastase ke tulang belakang yang bersangkutan. Ct scan atau mri untuk mengevaluasi staging dari karsinoma tersebut dan bisa untuk menilai sampai di mana metastase terjadi.
G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM.
Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor jinak dan ganas tiroid belum ada yang khusus, kecuali kanker meduler, yaitu pemeriksaan kalsitonon dalam serum. Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada karsinoma tiroid dapat terjadi tiroktositosis walaupun jarang. Human Tiroglobulin (HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai tumor marker dan kanker tiroid diferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk kanker tiroid, namun peninggian HTG ini setelah tiroidektomi total merupakan indikator tumor residif atau tumbuh kembali (barsano). Kadar kalsitonin dalam serum dapat ditentukan untuk diagnosis karsinoma meduler.
• RADIOLOGIS
a. Foto X-Ray
Pemeriksaan X-Ray jaringan lunak di leher kadang-kadang diperlukan untuk melihat obstruksi trakhea karena penekanan tumor dan melihat kalsifikasi pada massa tumor. Pada karsinoma papiler dengan badan-badan psamoma dapat terlihat kalsifikasi halus yang disertai stippledcalcification, sedangkan pada karsinoma meduler kalsifikasi lebih jelas di massa tumor. Kadang-kadang kalsifikasi juga terlihat pada metastasis karsinoma pada kelenjar getah bening. Pemeriksaan X-Ray juga dipergunnakan untuk survey metastasis pada pary dan tulang. Apabila ada keluhan disfagia, maka foto barium meal perlu untuk melihat adanya infiltrasi tumor pada esophagus.
b. Ultrasound
Ultrasound diperlukan untuk tumor solid dan kistik. Cara ini aman dan tepat, namun cara ini cenderung terdesak oleh adanya tehnik biopsy aspirasi yaitu tehnik yang lebih sederhna dan murah.



c. Computerized Tomografi
CT-Scan dipergunakan untuk melihat prluasan tumor, namun tidak dapat membedakan secara pasti antara tumor ganas atau jinak untuk kasus tumor tiroid.
d. Scintisgrafi
Dengan menggunakan radio isotropic dapat dibedakan hot nodule dan cold nodule. Daerah cold nodule dicurigai tumor ganas. Teknik ini dipergunakan juga sebagai penuntun bagi biopsy aspirasi untuk memperoleh specimen yang adekuat.
• BIOPSI ASPIRASI
Pada decade ini biopsy aspirasi jarum halus banyak dipergunakan sebagai prosedur diagnostik pendahuluan dari berbagai tumor terutama pada tumor tiroid. Teknik dan peralatan sangat sederhana , biaya murah dan akurasi diagnostiknya tinggi. Dengan mempergunakan jarum tabung 10 ml, dan jarum no.22 – 23 serta alat pemegang, sediaan aspirator tumor diambil untuk pemeriksaan sitologi. Berdasarkan arsitektur sitologi dapat diidentifikasi karsinoma papiler, karsinoma folikuler, karsinoma anaplastik dan karsinoma meduler.
a. Ultrasonografi
Untuk mendeteksi nodul yang kecil atau yang berada di posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi dan mendeteksi nodul yang multiple dan pembesaran kgb.
Di samping itu dapat dipakai untuk membedakan yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan fnab.
b. Scanning tiroid
Dengan sifat jaringan tiroid dapat mang-up take i 131 maka pemeriksaan scanning ini dapat memberikan beberapa gambaran aktivitas, bentuk dan besar kelenjar tiroid. Kegunaan pemeriksaan ini, yaitu:
• memperlihatkan nodul soliter pada tiroid.
• memperlihatkan multiple nodul pada struma yang klinis kelihatan seperti nodul soliter.
• memperlihatkan retrosternal struma
• mencari occul neoplasma pada tiroid.
• mengindentifikasi fungsi dari jaringan tiroid setelah operasi tiroid.
• mengindentifikasi ektopik tiroid.
• mencari daerah metastase setelah total tiroidektmi.
• needle biopsy; dapat dilakukan dengan cara needle core biopsy atau fnab (biopsy jarum halus).
• Pemeriksaan potong beku
dengan cara ini diharapkan dapat membedakan jinak atau ganas waktu operasi berlangsung, dan sekaligus untuk menentukan tindakan operasi definitive.
• Pemeriksaan histopatologi dengan parafin coupe; pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan definitif atau gold standar.
H. PANATALAKSANAAN
• Penatalaksanaan medis dengan cara
1. Therapi Radiasi (Chemotherapi)
2. Operasi: Pengangkatan Kelenjar tiroid baik sebagian (Tiroidectomi Partial), maupun seluruhnya (Tiroidectomi Total)

• Peran perawat adalah dalam penatalaksanaan Pre-Operatif, Intra Operatif dan Post Operasi

Penatalaksanaan Pre Operasi yang perlu dipersiapkan adalah sebagai berikut:
 Inform Concern (Surat persetujuan operasi) yang telah ditandatangani oleh penderita atau penanggung jawab penderita
 Keadaan umum meliputi semua system tubuh terutama system respiratori dan cardiovasculer
 Hasil pemeriksaan / data penunjang serta hasil biopsy jaringan jika ada
 Persiapan mental dengan suport mental dan pendidikan kesehatan tentang jalannya operasi oleh perawat dan support mental oleh rohaniawan
 Konsul Anestesi untuk kesiapan pembiusan
 Sampaikan hal-hal yang mungkin terjadi nanti setelah dilakukan tindakan pembedahan terutama jika dilakukan tiroidectomi total berhubungan dengan minum suplemen hormone tiroid seumur hidup.
Penatalaksanaan Intra Operasi

• Peran perawat hanya membantu kelancaran jalannya operasi karena tanggung jawab sepenuhnya dipegang oleh Dokter Operator dan Dokter Anesthesi.
Penatalaksanaan Post Operasi (di ruang sadar)
 Observasi tanda-tanda vital pasien (GCS) dan jaga tetap stabil
 Observasi adanya perdarahan serta komplikasi post operasi
 Dekatkan peralatan Emergency Kit atau paling tidak mudah dijangkau apabila sewaktu-waktu dibutuhkan atau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
 Sesegera mungkin beritahu penderita jika operasi telah selesai dilakukan setelah penderita sadar dari pembiusan untuk lebih menenangkan penderita
 Lakukan perawatan lanjutan setelah pasien pindah ke ruang perawatan umum


I. PROSES KEPERAWATAN
 Pengkajian perawatan:
a. Riwayat kesehatan klien dan keluarga. Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
b. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti
 Pola makan
 Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
 Pola aktivitas.
c. Tempat tinggal klien sekarang dan pada waktu balita
d. Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh;
 Sistem pulmonari
 Sistem pencernaan
 Sistem kardiovaskuler
 Sistem muskuloskeletal
 Sistem neurologik dan Emosi/psikologis
 Sistem reproduksi
 Metabolik
e. Pemeriksaan fisik mencakup
 Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema disekitar leher, adanya nodule yang membesar disekitar leher
 Perbesaran jantung, disritmia dan hipotensi, nadi turun, kelemahan fisik
 Parastesia dan reflek tendon menurun
 Suara parau dan kadang sampai tak dapat mengeluarkan suara
 Bila nodule besar dapat menyebabkan sesak nafas
f. Pengkajian psikososial klien sangat sulit membina hubungan sasial dengan lingkungannya, mengurung diri/bahkan mania. Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari. Kajilah bagaimana konsep diri klien mencakup kelima komponen konsep diri
g. Pengkajian yang lain menyangkut terjadinya Hipotiroidime atau Hipertiroidisme.

 Diagnosa dan intervensi keperawatan
1. Dx. Kep: Ansietas berhubungan dengan faktor kurang pengetahuan tentang kejadian pra operasi dan pasca operasi, takut tentang beberapa aspek pembedahan.
 Tujuan: Klien mengungkapkan ansietas berkurang/hilang.
 Kriteria evaluasi: Klien melaporkan lebih sedikit perasaan gugup, mengungkapkan pe-mahaman tentang kejadian pra operasi dan pasca operasi, postur tubuh rileks.
 Tindakan:
Intervensi Rasional
Jelaskan apa yang terjadi selama periode pra operasi dan pasca operasi, termasuk test laboratorium pra op, persiapan kulit, alasan status puasa, obat-obatan pre op, aktifitas area tunggu, tinggal diruang pemulihan dan program pasca operasi. Informasikan klien bahwa obatnya tersedia bila diperlukan untuk mengontrol nyeri, anjurkan untuk memberitahu nyeri dan meminta obat nyeri sebelum nyerinya bertambah hebat.
Informasikan klien bahwa ada suara serak & ketidaknyamanan menelan dapat dialami setelah pembedahan, tetapi akan hilang secara bertahap dengan berkurangnya bengkak ± 3-5 hari.
Ajarkan & biarkan klien mempraktekkan bagaimana menyokong leher untuk menghindari tegangan pada insisi bila turun dari tempat tidur atau batuk.
Biarkan klien dan keluarga mengungkapkan perasaan tentang pengalaman pembedahan, perbaiki jika ada kekeliruan konsep. Rujuk pertanyaan khusus tentang pembedahan kepada ahli bedah.
Lengkapi daftar aktifitas pada daftar cek pre op, beritahu dokter jika ada kelainan dari test lab. Pre op. Pengetahuan tentang apa yang diperlukan membantu mengurangi ansietas & meningkatkan kerjasama klien selama pemulihan, mempertahankan kadar analgesik darah konstan, memberikan kontrol nyeri terbaik.
Pengetahuan tentang apa yang diperkirakan membantu mengurangi ansietas.
Praktek aktifitas-aktifitas pasca operasi membantu menjamin penurunan program pasca operasi terkomplikasi.
Dengan mengungkapkan perasaan membantu pemecahan masalah dan memungkinkan pemberi perawatan untuk mengidentifikasi kekeliruan yang dapat menjadi sumber kekuatan. Keluarga adalah sistem pendukung bagi klien. Agar efektif, sistem pendukung harus mempunyai mekanisme yang kuat.
Daftar cek memastikan semua aktifi-tas yang diperlukan telah lengkap. Aktifitas ini dirancang untuk memas-tikan klien telah siap secara fisiologis untuk operasi dan mengurangi resiko lamanya penyembuhan.


2. Dx. Kep: Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan ketakutan berkaitan dengan diagnosis kanker yang baru saja diterima, masalah potensial ketidak pastian masa depan.
 Tujuan: Klien dan keluarga dapat beradaptasi secara konstruktif terhadap krisis. Klien dan keluarga mampu mengkomunikasikan secara terbuka dan efektif diantara anggota keluarga.
 Kriteria evaluasi: Sering mengungkapkan perasaan terhadap perawat/dokter. Berpartisipasi dalam perawatan anggota keluarga yang sakit. Mempertahankan sistem fungsional saling mendukung antar tiap anggota keluarga.
 Tindakan:
Intervensi Rasional
Bantu klien & keluarga dalam menghadapi ke-khawatiran terhadap situasi: resikonya, pilihan yang ada serta bantuan yang didapat.
Ciptakan lingkungan rumah sakit yang bersifat pribadi & mendukung untuk klien & keluarga.
Libatkan anggota keluarga dalam perawatan anggota keluarga yang sakit bila memungkin-kan.
Bantu anggota keluarga untuk mengubah harapan-harapan klien yang sakit dalam suatu sikap yang realistis.
Buatlah daftar bantuan profesional lain bila masalah-masalah meluas diluar batas-batas ke-perawatan. Klien & keluarga mengetahui segala sesuatu yang mungkin dapat menyebabkan kekha-watiran serta dapat mengatasi nya.
Klien merasa terlindungi rasa amannya.
Klien mendapat perhatian & kasih sayang dari keluarga-nya & keluarga dapat berpe-ran lebih aktif dalam merawat klien.
Harapan yang tidak realistis membuat kelurga berpikir ti-dak objektif.
Dengan mengetahui bantuan profesional diharapkan klien & keluarga dapat mencari al-ternatif & usaha lain dalam mengobati & merawat klien.




3. Dx. Kep: Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi akibat adanya perdarahan atau edem pada tempat pembedahan, kerusakan saraf laringeal atau luka pada kelenjar paratiroid.
 Tujuan: Mempertahankan jalan napas paten, aspirasi dicegah.

 Tindakan:
Intervensi Rasional
Pantau frekuensi, kedalaman dan kerja otot-otot pernapasan.
Auskultasi suara napas, catat adanya suara ronkhi.
Monitor tanda-tanda respiratori distres, sia-nosis, takipnea & nafas yang berbunyi.
Periksa balutan leher setiap jam pada periode awal post op, kemudian tiap 4 jam.
Pertahankan klien dalam posisi semi fowler dengan diberi kantung es (ice bag) untuk mengurangi bengkak.
Identifikasi adanya mati rasa.
Monitor tingkat serum kalsium.
Siapkan peralatan emergency untuk tracheostomy, suction, oksigen, perlengkapan be-nang jahit bedah dan kalsium iv, dalam keadaan siap pakai. Berkembangnya distress pada pernapasan merupakan indikasi kompresi trakhea karena adanya edema atau perdarahan.
Ronkhi merupakan indikasi adanya obstruksi/spasme laringeal yang membutuhkan evaluasi dan dan intervensi segera.
Memonitor & mengkaji terus menerus dapat membantu untuk mende-teksi & mencegah masalah pernafasan.
Pembedahan didaerah leher dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas karena adanya udem post op.
Dengan mempertahankan posisi & pemberian es dapat mengurangi pembengkakan.
Kerusakan pada saraf laringeal selama pembedahan tiroid dapat menyebabkan penutupan glotis.
Hipokalsemia, akibat dari kerusakan atau pemotongan kelenjar paratiroid dapat menyebabkan tetani & laringo-spasm.
Persiapan untuk gawat darurat memastikan pemberian perawatan yang cepat & tepat.





4. Dx. Kep: Nyeri berhubungan dengan tiroidektomi.
 Tujuan: Nyeri berkurang/hilang.
 Kriteria evaluasi: Melaporkan nyeri hilang/terkontrol, tidak ada rintihan, ekspresi wajah rileks.
 Tindakan:
Intervensi Rasional
Kaji tanda-tanda nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas dan lamanya.
Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/leher dengan bantal kecil.
Anjurkan pasien untuk menggunakan tekhnik relaksasi, seperti imajinasi, musik yang lembut, relaksasi progresif.
Berikan analgesik narkotik yang diresep-kan & evaluasi keefektifannya.
Ingatkan klien untuk mengikuti tindakan-tindakan untuk mencegah peregangan pada insisi seperti:
- menyokong leher bila bergerak di tempat tidur & bila turun dari tempat tidur.
- menghindari hiper ekstensi & fleksi akut leher. Bermanfaat dalam meng-evaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektivitas terapi.
Mencegah hiperekstensi leher dan melidungi integritas garis jahitan.
Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif.
Analgesik narkotik perlu pada nye-ri hebat untuk memblok rasa nyeri.
Peregangan pada garis jahitan ada-lah sumber ketidak nyamanan.


5. Dx. Kep: Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/ ke-rusakan saraf laring; edema jaringan, ketidaknyamanan.
 Tujuan: Penyampaian dan penerimaan pesan dapat dipahami oleh pasien.
 Kriteria evaluasi: Mampu menciptakan metode komunikasi di mana kebutuhan dapat dipahami.

 Tindakan:
Intervensi Rasional
Kaji fungsi bicara secara periodik, anjurkan untuk tidak berbicara secara terus menerus.
Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban “ya” atau “tidak”.
Memberikan metode komunikasi alernatif yang sesuai, seperti papan tulis, kertas tulis/papan gambar.
Pertahankan lingkungan yang tenang. Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena pembedahan pada saraf laryngeal dan berakhir dalam beberapa hari.
Menurunkan kebutuhan berespon, mengurangi bicara.
Memfasilitasi ekspresi yang dibutuhkan.
Meningkatkan kemampuan mendengarkan komunikasi perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang harus diucapkan pasien yang harus didengarkan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges Marlyn E, Moorhouse Mary Frances, Geissler Alice C, 1999, “Pedoman Asuhan Keperawatan”, Edisi ke-3. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
2. Long Barbara C, 1996, “Medical Bedah 2” Yayasan IAPK, Pajajaran, Bandung
3. Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, 1995 “Patifosiologi”, Edisi ke-4 Buku ke II, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
4. http://www.scribd.com/doc/39526176/Presentasi-Kasus-Tumor-Tiroid

Mau?

afferinte.com

MERAIH RUPIAH KLIK INI

Join in Here