RSS Feed

Tuesday, March 30, 2010

Tear and Avoid sex in water

Tear
For many tears are a sign of strong emotion but can also as a lubricant so that the eyes do not dry. Tears signaled whether in good condition or a sign of a disease.

Air eyes are glands that are produced by the process lakrimasi to membersikan eye. Tears contain Lyzosime that can kill many kinds of microbes.

Lyzosime fluid can kill around 90-95 percent of bacteria left over from the computer keyboard, railing, sneeze and the places that contain bacteria, only in 5 minutes.

As quoted from the body of sign, Saturday (27/2/2010), scientists recently found a really emotional tears contain more protein and certain hormones associated with tears of emotion from the usually wet eyes.

Tears are made of three layers namely, a layer of sticky mucus that helps protect the cornea. Aqueous coating moisturizes and maintain eye. Oily layer that helps slow the epavorasinya.

In some people, the tears are not available in sufficient quantities to keep the eye moist and comfortable.

If tears are not enough, will give cues such as eye heat, pain, mucus, and easily irritated skin. Watery eyes continue to indicate deficiency of vitamin B2 (riboflavin). Vitamin B2 is important for healthy eyes and skin.

Watery eyes can also be a sign of rosacea condition that causes eye and skin to turn red. Watery eyes also indicate the conditions of a more serious sort of blocked tear duct, nasal polyps or Graves' disease (protruding eyes).

In some extreme cases, even a person did not shed tears because it should not be crying so-called Reflex Anoxic seizures.

Reflex Anoxic seizures usually occur because of obstructed blood supply to the brain. If the patient until the crying can cause the heart stops beating or dramatically slowed.

As quoted Beliefnet, tears could be a miracle drug proved useful for the health of body and mind. Tears help eyesight, kill bacteria, improve mood, remove toxins, reduce stress, build communities, comforting feeling.

Although you are bothered by various kinds of problems and trials, but after crying usually will appear a sense of relief. After crying, the limbic system, brain and heart will become fluent, and it makes a person feel better and relieved.



Avoid sex in water
The word 'sex' it may have aroused sexual desire, let alone plus 'sex in the water'. But be careful, though having sex in the water sounds exciting, there are dangerous things to be avoided.

Sex in water is not as easy as jumping into the water and then directly into the core event. As quoted from eHow, Thursday (25/2/2010), there are some things you should know and be prepared if you want to do a 'sex water' safe.

1. Bring additional condom
If planning to use condoms, condoms should carry more inventory. Condoms and water will not get along, the duration of condoms would be less because the condom will be easily separated when exposed to water. Water will make condoms became slippery and finally despite the risk of falling or even higher.

2. Bring the liquid lubrication
If you think the water will add to the liquid lubrication for women, you're wrong. Conversely, the water will only remove and wash lubricating fluid released women just before and during sex.

These conditions will produce a taste that is less comfortable and slightly ill for women. For that, make sure to bring silicone lubricating fluid that is not water soluble so that penetration can run smoothly without pain.

3. Do not do 'sex water' in the pool or beach
There are many places that can become an area to do a 'sex water', but should avoid places like swimming pools and beaches. Swimming pools contain chlorine which can adversely affect health, especially women.

Chlorine that enters via the vagina can cause a bladder infection and the risk of other diseases caused by bacteria that enter from the water. To be more safe, you should just do oral sex.

Meanwhile, the beach is also not a good place to have sex. High salt content in sea water will endanger the woman's reproductive organs. Besides having sex on the beach is not a legal activity, so you should not try to do it.

4. Find and install anti-slip grip in the bathtub
The tub is the place to do a 'sex water' the most secure, as long as do not forget to put anti-slip material (slip) on the surface of the tub. Do not forget to also find a place to grip in order not to fall easily when having sex.

Sex in the bath or tub best done in a state of standing because the body is more stable and balanced in action.

So if you want to have sex in the water, you should think about and prepare thoroughly so that everything is running smoothly and keep sex safe. be

Monday, March 29, 2010

Cara Pemberian Obat

Pemberian Obat per Oral
Merupakan cara pemberian obat melalui mulut dengan tujuan mencegah, mengobati, mengurangi rasa sakit sesuai dengan efek terapi dari jenis obat.
Alat dan bahan :
1.Daftar buku obat
2.Obat dan tempatnya
3. Air minum ditempatnya

Prosedur kerja :
1.Cuci tangan
2.Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3.Baca obat, dengna berprinsip tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat waktu,
tepat kerja, dan tepat pendokumentasian.
4.Bantu untuk meminumnya:
a.Apabila memberikan obat berbentuk tablet atau kapsul dari botol,
maka tuangkan jumlah yang dibutuhkan ke dalam tutup botol dan pindahkan ketempat obat. Jangan sentuh obat dengan tangan. Untuk obat berupa kapsul jangan dilepaskan pembungkusnya.
b.Kaji kesulitan menelan, bila ada jadikan tablet dalam bentuk bubuk dan campur dengan minuman
c.Kaji denyut nadi dna tekanan darah sebelum pemberian obat yang membutuhkan pengkajian.
5.Catat perubahan, reaksi terhadap pemberian obat dan evaluasi respon terhadap obat
dengan mencatat hasilpemberian obat
6.Cuci tangan

Pemberian Obat via Jaringan Subkutan

Merupakan cara memberikan obat melalui suntikan dibawah kulit yang dapat dilakukan pada daerah lengan atas sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha sebelah luar, daerah dada, dan daerah sekitar umbilicus ( abdomen ). Pemberian obat melalui subkutan ini biasanya dilakukan dalam program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Pemberian insulin terdapat 2 tipe larutan : yaitu jernih dan keruh. Larutan jernih dimaksudkan sebagai insulin tipe reaksi cepat ( insulin regular ) dan larutan yang keruh karena adanya penambahan protein sehingga memperlambat absorbs obat atau juga termasuk tipe lambat.

Alat dan bahan :
1.Daftar buku obat / catatan, jadual pemberian obat
2.Obat dalam tempatnya
3.Spuit insulin
4.Kapas alcohol dalam tempatnya
5.Cairan pelarut
6.Bak injeksi
7.Bengkok
8.Perlak dan alasnya

Prosedur Kerja:
1.Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2.Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan bau lengan panjang buka dan ke ataskan
3.Pasang perlak atau pengalas di bawah bagian yang akan disuntik
4.Ambil obat untuk dalam tempatnya sesuai dosis yang akan diberikan setelah itu tempatka pada bak injeksi.
5.Desinfeksi dengan kapas alcohol pada daerah yang akan dilakukan suntikan
6.Tegangkan dengan tangan kiri ( daerah yang akan dilakukan suntikan subkutan)
7.Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut 45 derajat dengan permukaan kulit.
8.Lakukan aspirasi, bila tidak ada darah semprotkan obat perlahan-lahan hingga habis.
9.Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang telah dipakai masukkan kedalam bengkok.
10.Catat reaksi pemberian dan catat hasil pemberina obat / test obat, tanggal, waktu, dan jenis obat.
11.Cuci tangan

Pemberian Obat per Intramuskuler
Merupakan cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan dapat pada daerah paha ( vastus lateralis ), ventrogluteal ( dengan posisi berbaring ), dorsogluteal ( posisi tengkurap ), atau lengan atas ( deltoid). Tujuannya agar absorbs lebih cepat.

Alat dan bahan :
1.Daftar buku obat/ catatan, jadual pemberian obat
2.Obat dalam tempatnya
3.Spuit sesuai dengan ukuran, jarum sesuai dengan ukuran : dewasa panjang 2,5-3,75 cm, anak panjang : 1,25-2,5cm.
4.Kapas alcohol dalam tempatnya
5.Cairan pelarut
6.Bak injeksi
7.Bengkok
Prosedur Kerja:
1.Cuci tangan
2.Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3.Ambil obat kemudian masukkan kedalam spuit sesuai dengan dosis setelah itu letakkan pada bak injeksi
4.Periksa tempat yang akan dilakukan penyuntikan ( lihat lokasi penyuntikan ).
5.Desinfeksi dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan penyuntikan
6.Lakukan penyuntikan:
a.Pada daerah paha ( vastus lateralis ) dengan cara anjurkan pasien untuk berbaring terlentang dengan lutut sedikit fleksi
b.Pada ventrogluteal dengan cara anjurkan pasien utnuk miring, tengkurap atau terlentang dengan lutut dan pinggul pada sisi yang akan dilakukan penyuntikan dalam keadaan fleksi
c.Pada daerah dorsogluteal dengan cara anjurkan pasien untuk tengkurap dengan lutut di putar kearah dalam atau miring dengan lutut bagian atats pinggul fleksi dan diletakkan di depan tungkai bawah
d.Pada daerah deltoid ( lengan atas ) dengan cara anjurkan pasien untuk duduk atau berbaring mendatar lengan atas fleksi.
7.Lakukan penusukkan dengan posisi jarum tegak lurus
8.Setelah jarum masuk lakukan aspirasi spuit bila tidak ada darah semprotkan obat secara perlahan-lahan hingga habis
9.Setelah selesai ambil spuit dengan menarik spuit dan tekan daerah penyuntikan dengan kapas alcohol, kemudian spuit yang telah digunakan letakkan pada bengkok.
10.Catat reaksi pemberian, jumlah dosis, dan waktu pemberian
11.Cuci tangan

Pemberian Obat Intravena Langsung
Cara Pemberian obat melalui vena secara langsung, diantaranya vena mediana cubiti / cephalika ( lengan ), vena saphenosus ( tungkai ), vena jugularis ( leher ), vena frontalis / temporalis ( kepala ), yang bertujuan agar reaksi cepat dan langsung masuk pada pembuluh darah.

Alat dan bahan :
1.Daftar buku obat / catatan, jadual pemberian obat
2.Obat dalam tempatnya
3.Spuit 1 cc / spuit insulin
4.Kapas alcohol dalam tempatnya
5.Cairan pelarut
6.Bak steril dilapisi kasa steril ( tempat spuit )
7.Bengkok
8.Perlak dan alasnya
9.Karet pembendung
Prosedur Kerja:
1.Cuci tangan
2.Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3.Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan bau lengan panjang buka dan ke ataskan
4.Ambil obat dalam tempatnya dengna spuit sesuai dengan dosis yang akan disuntikan. Apabila obat berada dalam sediaan bubuk, maka larutkan dengna larutan pelarut ( aquades)
5.Pasang perlak atau pengalas di bawah bagian vena yang akan disuntik
6.Kemudian tampatkan obat yang telah diambil pada bak injeksi
7.Desinfeksi dengan kapas alcohol
8.Lakukan pengikatan dengan karet pembendung ( tourniquet ) pada bagian atas daerah yang akan dilakukan pemberian obat atau tegangkan dengan tangan / minta bantuan atau membendung diatas vena yang akan dilakukan penyuntikan
9.Ambil spuit yang berisi obat
10.Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan memasukkan ke pembuluh darah
11.Lakukan aspirasi bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung dan langsung semprotkan obat hingga habis
12.Setelah selesai ambil spuit dengan menarik dan lakukan penekanan pada daerah penusukan dengan kapas alcohol , dan spuit yang telah digunakan letakkan ke dalam bengkok.
13.Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat
14.Cuci tangan.

Materi tentang APOTEK

APOTEK
A.Pengertian
PP No 26 tahun 1965
Apotek = tempat ttt dimana dilakukan usaha dan pekerjaan kefarmasian.

PP No 25 tahun 1980
Apotek = suatu tempat ttt, tempat diadakan pekerjaan kefarmasian & penyaluran obat kpd masyarakat.

KepMenKes No.1332(2002)
Apotek = tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.

KepMenKes No.1027/2004
Apotek = tempat ttt, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.

Pekerjaan kefarmasian (UU Kes No.23 tahun 1992)\
Adalah pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.

KepMenKes No.1027/2004
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Sedangkan yang dimaksud dengan perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat & peralatan yang diperlukan utk menyelenggarakan upaya kesehatan.

B.Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut PP No.25 tahun 1980 pasal 2, adalah:
a.Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
b.Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.
c.Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan secara luas dan merata.

C.Peraturan PerUU-an Apotek
Undang-undang Tentang
UU RI No. 23 th 1992 Kesehatan
UU RI No. 5 th 1997 Psikotropika
UU RI No. 22 th 1997 Narkotika
Permenkes No.922 th 1993 Tata cara pemberian ijin apotek
Kepmenkes No. 1027 th 2004 Standar pelayanan kefarmasian di apotek

Hal-hal yang terkait dengan Kepmenkes 1027
Alat kesehatan : bahan, instrument apparatus, mesin, implant yg tidak mengandung obat yg digunakan utk mnecegah, mendiagnosis, menyembuhkan & meringankan penyakit, merawat org sakit serta memulihkan kesehatan pd manusia dan/atau membentuk struktur & memperbaiki fungsi tubuh.
R/ = permintaan tertulis dari dr, drg, drh, kpd Apt utk menyediakan dan menyerahkan obat bagi Px sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Perlengkapan Apotek = semua peralatan yg dipergunakan utk melaksanakan keg pelayanan kefarmasian diApotek.
Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care/ PC) = bentuk pelayanan & tanggung jawab langsung profesi Apt. dalam pekerjaan kefarmasian utk mneiungkatkan kualitas hidup px.
Medication error (ME) = kejadian yg merugikan Px akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yg sebetulnya dapat dicegah.
Konseling = suatu proses komunikasi 2 arah yg sistematik antara Apt dan Px utk mnegidentifikasi dan memecahkan masalah yg berkaitan dg obat dan pengobatan.
Pelayanan residensial (home care) = pelayanan Apt sbg care giver dlm pelayanan kefarmasian dirumah2 khususnya unt lansia & Px dg pengobatan kronis.

D.Sarana dan Prasarana
Menurut KepMenKese No.1027/2004, bahwa apotek
1.Berlokasi pada daerah yg mudah dikenali oleh masyarakat
2.Terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek
3.Mudah diakses oleh masyarakat
4.Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan pelayanan.
5.Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.
6.Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya.
7.Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga
8.Memiliki supply listrik yang konstan terutama untuk lemari pendingin.

Apotek harus memiliki :
1.Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien
2.Tempat unt memberi informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi.
3.Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
4.Ruang racikan
5.Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
6.Perabotan harus tertata rapi, lengkap dgn rak-rak penyimpanan obat & barang2 lain yg tersusun rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.

E.Aspek Pengelolaan Apotek
Pengelolaan Sumber Daya
Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Tugas dan tanggung jawab Apoteker yaitu:
1.Bidang Pengabdian Profesi
a.Meneliti semua jenis obat & bhn obat yang dibeli secara kualitatif dan kuantitatif.
b.Mengadakan pengontrolan terhadap bagian pembuatan.
c.Mengontrol pelayanan atas resep yg telah dibuat dan diserahkan kepada pasien.
d.Memberikan informasi tentang obat pada Px, dr, dsb.
e.Menyelenggarakan komunikasi dengan pihak luar.
2.Bidang Administrasi
a.Memimpin, mengatur, serta mengawasi pekerjaan tata usaha, keuangan, dan perdagangan.
b.Membuat laporan-laporan keuangan dan surat menyurat.
c.Mengadakan pengawasan, penggunaan, dan pemeliharaan akte perusahaan.
3.Bidang Komersial
a.Merencanakan dan mengatur kebutuhan barang (obat, alat kesehatan, dll) untuk suatu periode tertentu sesuai aturan yang berlaku.
b.Mengatur & mengawasi penjualan R/, bebas, langganan dsb.
c.Menentukan kalkulasi harga dan kebijakan harga.
d.Berusaha meningkatkan penjualan.
e.Memupuk hubungan baik dengan para pelanggan.
f.Menentukan kpd siapa dpt dilayani kredit atas pembelian obat.
g.Mengadakan efisiensi dalam segala hal.
4.Bidang Tanggungjawab dan Wewenang
a.Internal, bertanggung jawab mengenai segala aktivitas perusahaan kepada PSA. Eksternal bertanggungjawab kepada Departemen Kesehatan.
b.Memimpin dan menggelola karyawan dalam melakukan pengabdian profesinya.
c.Mengatur sistem penerimaan pegawai dan sistem penggajian

Asisten Apoteker (AA)
Tugas :
1.Membantu Apt dalam hal pelayanan R/, OTC (over the counter), pembuatan sediaan obat,
2.Mencatat dan memeriksa keluar masuknya obat
3.Menyusun buku defekta
4.Pembuatan laporan narkotika & psikotropika
5.Pengarsipan R/
Tanggung Jawab : AA bertanggung jawab kepada APA

Reseptir
Tugas :
1.Membuat sediaan dibawah pengawasan Apt dan AA
2.Membantu membuat R/ racikan yg bahan2nya telah disiapkan oleh Apt / AA
3.Membantu mneyelesaikan racikan obat seperti tinggal menggerus dan membungkus

Kasir
Tugas : Mencatat penerimaan uang setelah dihitung (dilengkapi kuitansi, nota, tanda setoran yg sudah diparaf Apt atau petugas yg ditunjuk.
Tenaga Administrasi
Tugas :
1.Membuat laporan harian (catatan penjualan, pembelian, hasil penjualan, tagihan, pengeluaran harian
2.Membuat laporan bulanan seperti daftar gaji dan pajak
Tanggung Jawab  bertangggung jawab kepada APA

PENGELOLAAN OBAT

A.PERENCANAAN
Tujuan  agar proses pengadaan perbekalan farmasi/ obat yang ada di apotek menjadi lebih efektif dan efisien dan sesuai dengan anggaran yang tersedia.
Faktor2 yg harus dipertimbangkan dalam menyusun perencanaan :
1)Pemilihan pemasok, yg perlu diperhatikan antara lain:
a)Legalitas pemasok(PBF)
b)Service, meliputi ketepatan waktu, barang yang dikirim, ada tidaknya diskon/bonus, layanan obat ED dan tenggang waktu penagihan.
c)Kualitas obat, perbekalan farmasi lain
d)Ketersediaan obat yang dibutuhkan.
e)Harga
2)Ketersediaan barang/perbekalan farmasi
Beberapa hal yg harus diperhatikan :
sisa stok, rata-rata pemakaian obat dalam satu periode pemesanan, frekuensi pemakaian dan waktu tunggu pemesanan, pemilihan metode perencanaan
Adapun metode perencanaan yaitu :
a)metode konsumsi
memperkirakan penggunaan obat berdasarkan pemakaina sebelumnya sbg dasar perencanaan yg akan datang.
b)metode epidemiologi
berdasarkan penyebaran penyakit yg paling banyak terdapat didaerah sekitar apotek
c)metode kombinasi
mengkombinasikan antara metode konsumsi epidemiolog
d)JIT (Just In Time)
Membeli obat pada saat dibutuhkan

B.PENGADAAN
Dapat dilakukan dg cara :
1.Pembelian  membeli obat ke PBF
2.Konsinyasi  PBF menitipkan barang di apotek dan dibayar setelah laku terjual
Proses pengadaan barang dengan cara pembelian dilakukan melalui beberapa tahapan berikut:
1)Persiapan
untuk mengetahui persediaan yang dibutuhkan apotek untuk melayani pasien. Persediaan yang habis dapat dilihat di gudang atau di kartu stok gudang sehingga jika barang habis dapat dilakukan pemesanan. Persiapan dilakukan dengan cara mengumpulkan data barang-barang yang akan dipesan dari buku defecta, termasuk obat2 baru yg ditawarkan supplier.
2)Pemesanan
Pemesanan dapat dilakukan jika persediaan barang habis, yang dapat dilihat dalam buku defecta. Pemesanan dapat dilakukan langsung ke PBF melalui telepon maupun pesan melalui salesman yang datang ke apotek.
3)Pemesanan dilakukan dgn menggunakan Surat Pesanan (SP). SP minimal dibuat 2 lembar (untuk supplier dan arsip apotek) dan dittd oleh Apt. Biasanya SP dibuat 3 lembar.
SP pembelian narkotika dibuat 5 lembar. (utk KF pusat, KF kota, Dinkes kab, BPOM, Arsip apt)
Narkotika (1 sp utk 1 jenis obat) Psikotropika (1 sp bisa utk lebih dari 1 macam obat)
4)Penerimaan
Dilakukan oleh AA yg mempy SIK  setelah menerima barang kiriman harus mencocokkan barang dengan DO/faktur dan SP lembar ke-2 mengenai jumlah, nama obat, harga satuan, perhitungan harga. Bila ada obat dengan ED, dicatat dalam buku tersendiri dn urutan tanggalnya.

5)Pencatatan.
a)Dari faktur yang diterima  catat dlm buku penerimaan barang, ditulis nama PBF, nama obat, nomor batch, tgl ED, jumlah harga satuan, potongan harga, jumlah harga, nomor urut dan tanggal penerimaan.
b)Satu hari sekali dilakukan pencatatan penerimaan barang shg dapat diketahui jmlh barang yg dibeli & untuk menjaga agar barang yang dibeli tidak melebihi anggaran pembelian obat.
c)Faktur yang diterima kemudian disimpan untuk diperiksa lagi dan digunakan untuk mencocokkan jika barang harus dilunasi.
6)Pembayaran
a)dilakukan jika sudah jatuh tempo & faktur dikump tiap debitur
b)masing-masing dibuatkan bukti kas keluar serta cek dan giro,
c)kemudian diserahkan ke bagian keuangan utk dittd sebelum dibayarkan kepada supplier.
d)Pembayaran dapat dilakukan secara cash atau kredit, tergantung dari jenis obat, serta perjanjian dengan pihak distributor.
e)utk obat narkotika hrs secara COD (Cash On Delivery).

C.PENYIMPANAN
apotek hrs memiliki perlengkapan & alat penyimpanan perbekalan farmasi : botol dgn ukuran tertentu, jenis & jumlah sesuai dgn kebutuhan, lemari dan rak penyimpanan obat, lemari pendingin untuk menjamin mutu perbekalan farmasi tersebut.
Penyusunan dan penyimpanan obat/barang dpt dilakukan berdasarkan kelas terapeutik, alfabetis, / bentuk sediaannya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1)Bahan yg mudah terbakar sebaiknya disimpan terpisah dari bahan yang lainnya.
2)Narkotika disimpan dalam lemari khusus.
3)Obat-obatan yang memerlukan kondisi tertentu seperti insulin, vaksin atau serum perlu disimpan dalam lemari pendingin.

D.PELAYANAN
Menurut Kepmenkes No 1027 th 2004, yg termasuk dlm pelayanan yaitu : pelayanan R/, promosi dan edukasi, pelayanan residential (Home Care)  pelayanan farmasi yg bersifat kunjungan rumah khususnya utk kelompok lansia den pasien dengan penyakit kronis.

PENGELOLAAN R/

PENGELOLAAN OBAT WAJIB APOTEK (OWA)
Apoteker dapat menyerahkan Obat Keras tanpa resep dokter kepada pasien. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek. Adapun latar belakang dari keputusan Menteri Kesehatan tersebut adalah :
1)Meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional.
2)Meningkatkan peran apoteker dalam KIE.
Oleh karena itu perlu ditetapkan keputusan menteri kesehatan tentang obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter di apotek. Hal ini tercantum dalam Permenkes No. 919/Menkes/Per/1993 tentang kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep, yaitu :
1)Tidak dikontraindikasikan untuk wanita hamil, anak dibawah 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
2)Tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.
3)Penggunaan tidak memerlukan cara/alat khusus yang harus dilakukan oleh/bantuan tenaga kesehatan.
4)Untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia
5)Memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam keputusan ini, pelayanan OWA yang dilakukan oleh apoteker harus memenuhi cara dan ketentuan, diantaranya sebagai berikut :
1)Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien
2)Membuat catatan pasien dan obat yang diberikan
Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakai, kontra indikasi, efek samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan pasien.
PENGELOLAAN NARKOTIKA dan PSIKOTROPIKA
Tujuan diadakannya pengelolaan narkotika dan psikotropika adalah untuk mencegah penyalahgunaan obat narkotika dan psikotropika. Sehingga obat-obat narkotika dan psikotropika harus ditangani secara khusus.
1)Narkotika
Narkotika berdasarkan UU Kesehatan No. 2 tahun 1997 pasal 1, adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
a)Pengeluaran Narkotika
Narkotika hanya diberikan kepada pasien yang membawa resep dokter. Resep yang terdapat narkotika diberi tanda garis bawah berwarna merah kemudian dipisahkan untuk dicatat dalam buku register narkotika. Pencatatan meliputi tanggal, nomor resep, tanggal pengeluaran, jumlah obat, nama pasien, alamat pasien, dan nama dokter. Dilakukan pencatatan tersendiri untuk masing-masing nama obat narkotika. Untuk setiap pengeluaran narkotika dicatat dalam kartu stelling, kemudian dicatat pada buku narkotika yang digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan laporan bulanan yang dikirim ke Dinas Kesehatan Propinsi, Balai Besar POM Propinsi, Dinas Kesejahteraan Sosial Propinsi dan sebagai arsip yang dilaporkan setiap tanggal 10 tiap bulan. Untuk setiap penggunaan obat tersebut dicatat jumlah pengeluaran dan sisa yang ada, jika ada perbedaan dilakukan pengontrolan lebih lanjut. Hal ini untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan obat.
b)Pemusnahan Narkotika
Sesuai dengan pasal 60 dan 61 UU No. 22 tahun 1997 pemusnahan narkotika harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
(1)Dikarenakan obat kadaluwarsa
(2)Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan untuk pelayanan kesehatan
(3)Dilakukan dengan menggunakan berita acara yang memuat:
(a)Nama, jenis, sifat dan jumlah
(b)Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun.
(c)Tanda tangan dan identitas pelaksana dan pejabat yang menyaksikan (ditunjuk oleh MenKes).
(4)Ketentuan lebih lanjut syarat dan tata cara pemusnahan diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.

c)Pelaporan
Laporan penggunaan narkotika setiap bulannya dikirim ke Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial kabupaten/kota dan dibuat tembusan ke Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial propinsi, Balai Besar POM DIY dan untuk arsip apotek. Pelaporan selambat-lambatnya tanggal 10 tiap bulannya. Laporan bulanan narkotika berisi nomor urut, nama sediaan, satuan, jumlah pada awal bulan, pemasukan, pengeluaran, dan persediaan akhir bulan serta keterangan. Khusus untuk penggunaan morphin, pethidin, dan derivatnya dilaporkan dalam lembar tersendiri disertai dengan nama dan alamat pasien serta nama dan alamat dokter.
2)Psikotropika
UU No.5 tahun 1997 tentang psikotropika menyatakan bahwa psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintesa yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Berdasarkan UU No.5 Tahun 1997, pasal 3 tentang Psikotropika, tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah:
a)Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.
b)Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropik.
c)Memberantas peredaran gelap psikotropik
(1)Pengadaan
Menurut UU No.5 tahun 1997 pemesanan psikotropika menggunakan surat pesanan yang telah ditandatangani oleh apoteker kepada PBF atau pabrik obat. Penyerahan psikotropika oleh apoteker hanya dapat dilakukan untuk apotek lain, Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan, dokter dan pelayanan resep dokter
(2)Penyimpanan
Penyimpanan obat golongan psikotropika belum diatur oleh peraturan perundang-undangan. Obat-obat psikotropik cenderung disalahgunakan, maka disarankan penyimpanan obat-obat golongan psikotropika diletakan tersendiri dalam rak atau lemari khusus.
(3)Pengeluaran
Penggunan psikotropika perlu dilakukan monitoring dengan mencatat resep-resep yang berisi psikotropika dalam buku register psikotropika yang berisi nomor, nama sediaan, satuan, persediaan awal, jumlah pemasukan, nama PBF, nomor faktur PBF, jumlah pengeluaran, persediaan akhir, nama pasien dan nama dokter.
Penyerahan psikotropika menurut pasal 14 UU No. 5 tahun 1997:
a)Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter.
b)Penyerahan psikotropik oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pengguna/pasien.
c)Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan kepada pengguna/pasien.
d)Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
e)Penyerahan psikotropika oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal:
(1)Menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan.
(2)Menolong orang sakit dalam keadaan darurat.
(3)Menjalankan tugas di daerah terpencil.
f)Psikotropika yang diserahkan dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat diperoleh dari apotek.
(4)Pemusnahan
Pemusnahan psikotropika dilakukan karena:
(a)Kadaluarsa
(b)Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan.
(c)Dilakukan dengan pembuatan berita acara yang memuat: nama, jenis, sifat dan jumlah, keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun, tanda tangan dan identitas pelaksana dan pejabat yang menyaksikan (ditunjuk MenKes).
(5)Laporan
Laporan penggunaan psikotropika dikirim kepada Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial DIY, Balai Besar POM DIY, dan untuk arsip apotek. Pelaporan selambat-lambatnya tanggal 10 tiap bulannya. Laporan bulanan psikotropika berisi nomor urut, nama sediaan jadi (paten), satuan, jumlah awal bulan, pemasukan, pengeluaran, persediaan akhir bulan serta keterangan.
PENGELOLAAN OBAT ED
Obat-obat yang rusak dan kadaluarsa merupakan kerugian bagi apotek, oleh karenanya diperlukan pengelolaan agar jumlahnya tidak terlalu besar. Obat-obat yang rusak akan dimusnahkan karena tidak dapat digunakan dan tidak dapat dikembalikan lagi ke PBF.
Obat kadaluarsa yang dibeli oleh apotek dapat dikembalikan ke PBF sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati antara kedua belah pihak. Batas waktu pengembalian obat yang kadaluarsa yang ditetapkan oleh PBF 3-4 bulan sebelum tanggal kadaluarsa, tetapi ada pula yang bertepatan dengan waktu kadaluarsanya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MenKes/Per/X/1993 pasal 12 ayat (2), menyebutkan bahwa obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pada pasal 13 menyebutkan bahwa pemusnahan yang dimaksud dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti, dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan apotek yang bersangkutan, disaksikan oleh petugas yang ditunjuk Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Pada pemusnahan dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap lima yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola atau Apoteker Pengganti dan petugas Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Pemusnahan obat-obat narkotika dan psikotropika yang sudah kadaluarsa dilaksanakan oleh apoteker dengan disaksikan oleh petugas Dinas Kesehatan dan sekurang-kurangnya seorang karyawan apotek. Sedangkan untuk obat non narkotika-psikotropika dilaksanakan oleh apoteker dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan apotek.

Mau?

afferinte.com

MERAIH RUPIAH KLIK INI

Join in Here