RSS Feed

Friday, June 12, 2009

Konsumen Jangan Mudah Terbujuk Iklan Suplemen

Konsumen Jangan Mudah Terbujuk Iklan Suplemen


SUARA PEMBARUAN DAILY
Konsumen Jangan Mudah Terbujuk Iklan Suplemen

Ada Suplemen yang Tadinya Diklaim Bisa Memulihkan Daya Ingat Ternyata Tidak Ada Efeknya

JAKARTA - Konsumen diimbau agar tidak mudah terbujuk iklan suplemen. Pasalnya, dari ratusan item berbagai suplemen yang beredar saat ini di pasaran, hanya sebagian kecil yang memiliki keefektifan dan aman dikonsumsi. Pasalnya, suplemen bukanlah obat, dan bebas diperjualbelikan tanpa perlu dibuktikan keefektifannya dan keamanannya oleh produsen.

Demikian diutarakan ahli farmakologi Prof dr Iwan Darmansjah SpFK yang diwawancara Pembaruan tentang maraknya peresepan suplemen saat ini, Rabu (29/9), di Jakarta.

Menurut dia, produk suplemen saat ini sedang booming karena dipicu oleh undang-undang tentang suplemen kesehatan Amerika Serikat (AS) tahun 1993 yang memperbolehkan suplemen dijual secara bebas, tanpa perlu produsen membuktikan keefektifannya.

Undang-undang itu ditiru oleh negara lain sehingga suplemen pun diproduksi secara besar-besaran. Kemudian, adanya pasar bebas membuat suplemen produksi suatu negara beredar di negara lain.

Celakanya, ujar Iwan, produk-produk obat yang gagal memenuhi syarat dikategorikan sebagai obat, beralih menjadi golongan suplemen. Padahal, suplemen tidak boleh mengandung bahan obat. Artinya, ada pemalsuan suplemen.

Ironisnya, sebagian besar masyarakat mempercayai semua suplemen berkhasiat dan ada fenomena di tengah masyarakat bahwa obat-obatan Barat adalah racun. Di sisi lain, ada juga sejumlah dokter yang cenderung meresepkan suplemen dengan hanya mempertimbangkan unsur materi semata.

"Ini sudah kecurangan. Suplemen tidak ada efeknya diresepkan. Ada suplemen yang tadinya diklaim bisa memulihkan daya ingat ternyata di kemudian hari tidak ada efeknya. Ada satu dua orang yang merasa enak setelah mengonsumsi suplemen, tetapi rasa enak itu muncul dari efek placebo, " katanya.

Sekalipun suplemen belum pasti bermanfaat, konsumen cenderung percaya pada produk suplemen karena produsen dan distributor menggunakan cara-cara pemasaran yang mampu memperdaya konsumen. Perdagangan suplemen sudah tidak terkendali, padahal sebenarnya konsumen telah rugi dengan membeli dan mengonsumsi produk yang belum tentu bermanfaat.

Undang-undang Obat

Menurut Iwan, konsumen saat ini ibarat lepas dari mulut macan tetapi masuk mulut buaya akibat dari adanya fenomena obat-obat Barat berbahaya sehingga konsumen beralih ke suplemen. Untuk mengendalikan hal ini, adalah tugas pemerintah untuk mengerem peredaran berbagai produk suplemen yang sudah tidak terkendali. Karena, pada akhirnya yang akan rugi adalah konsumen, mengingat harga suplemen pun tidak murah.

Peredaran suplemen yang belum bisa dikendalikan saat ini, katanya, lebih karena disebabkan sejumlah pihak memperoleh untung dari situasi saat ini. Bila ada keinginan dari pemerintah untuk mengendalikannya, maka bisa diwujudkan dengan membuat rambu-rambu tentang suplemen. Rambu-rambu itu bisa diatur dalam undang-undang tentang obat, yang sampai saat ini belum ada.

Iwan menegaskan, perlu dibentuk undang-undang tentang obat yang akan mengatur tentang keberadaan obat di tengah masyarakat. Pasalnya, obat adalah kebutuhan pokok, sama penting-nya dengan kebutuhan pokok yang lain. Artinya, obat pun seharusnya diperlakukan sama dengan kebutuhan pokok lain. Jangan hanya menganggap obat sebagai barang dagangan semata. "Rambu-rambu itu akan mengatur kebijakan. Apakah obat sebagai barang dagangan? Seperti apa obat yang dibutuhkan orang dan bea masuk hendaknya dihilangkan, keuntungan dikurangi. Sampai sekarang tidak ada kebijakan tentang hal ini karena obat masih dianggap sebagai komoditas dan menguntungkan pihak-pihak tertentu," tandas Iwan.

Dia menambahkan, di era pemerintah baru, bila ada keinginan untuk membentuk undang-undang obat (termasuk suplemen) maka hal itu bisa diwujudkan. Tetapi yang tidak kalah penting adalah tim penyusun undang-undang, haruslah terdiri dari orang-orang yang benar-benar memahami obat dan tidak berkepentingan untuk mencari keuntungan dari undang-undang yang akan dibentuk. (N-4)

0 komentar:

Post a Comment

Mau?

afferinte.com

MERAIH RUPIAH KLIK INI

Join in Here