RSS Feed

Wednesday, December 15, 2010

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN

A. PENGERTIAN
Istilah perdarahan pasca persalinan sering juga disebut dengan perdarahan postpartum atau perdarahan pascapartus atau Haemorrhagic Post Partum (HPP). Dalam bahasan selanjutnya akan digunakan istilah perdarahan pasca persalinan.
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada kala tiga yang melebihi 400 cc, dapat primer pada 2 jam pertama dan sekunder setelah 24 jam (Manuaba, 2001). Playfair (1898 dalam Manuaba 2001) menyebutkan bahwa tidak ada kegawatan obstetri yang memerlukan tindakan cepat dan setepatnya selain perdarahan pasca persalinan.
Perdarahan pasca persalinan adalah apabila perdarahan setelah anak lahir melebihi 500 ml.
Perdarahan primer terjadi dalam 24 jam pertama dan sekunder sesudah itu (Wiknjosastro, 1999).
Perdarahan post partum adalah kehilangan darah yang tidak normal, yaitu lebih dari 500 cc (Varney, 1997).
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan dalam kala empat yang lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Mochtar, 1998).
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan dari vagina sesudah bayi lahir yang lebih dari 500 cc, atau perdarahan seberapapun dengan gejala dan tanda-tanda syok (Standar Pelayanan Kebidanan, 2002).
Dari berbagai pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi setelah kelahiran bayi, yaitu terhitung sejak kala tiga persalinan, dengan jumlah perdarahan lebih dari 500 cc, disebut perdarahan pasca persalinan primer jika terjadi dalam 24 pertama setelah persalinan dan disebut perdarahan pasca persalinan sekunder jika terjadi setelah 24 jam.

B. FREKUENSI PERDARAHAN PASCA PERSALINAN
Frekuensi ynag dilaporkan Mochtar, R.dkk. (1965-1969) di RS. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%.
Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut: Atonia uteri 50% - 60%, retensio plasenta 16% - 17%, sisa plasenta 23% - 24%, laserasi jalan lahir 4% - 5% dan kelainan darah 0,5% - 0,8%.

C. ETIOLOGI PERDARAHAN PASCA PERSALINAN
1. Perdarahan pasca persalinan primer (dini)
a. Atonia uteri. Pada atonia uteri uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan. Tidak adanya kontraksi menyebabkan tidak adanya proses penjepitan pembuluh darah oleh otot-otot rahim serta tidak adanya proses hemolisis pada bekas inplantasi plasenta, sehingga perdarahan dapat terus berlangsung.
b. Retensio plasenta, yaitu apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, pada keadaan ini plasenta atau bagian-bagiannya dapat tetap berada dalam uterus setelah bayi lahir, sehingga mengganggu kontraksi uterus.
c. Plasenta rest atau sisa plasenta yaitu adanya bagian dari plasenta satu atau lebih lobus tertinggal dalam uterus. Adanya sisa plasenta ini membuat uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif.
d. Trauma persalinan: ruptura uteri dan hematoma. Ruptura uteri merupakan keadaan terjadinya robekan pada uterus yang dapat terjadi di daerah korpus uteri, segmen bawah rahim, serviks uteri maupun kolpoporeksis-kolporeksis (robekan-robekan antara serviks dan vagina). Ruptura uteri ini dapat menyebabkan perdarahan hebat yang dapat membawa kematian.
e. Gangguan pembekuan darah, baik yang idiopatis maupun yang diperoleh merupakan penyulit yang berbahaya bagi kehamilan dan persalinan, seperti pada defisiensi faktor pembekuan, pembawa faktor hemofilik A (carrier), trompbopatia, leukemia, trombopenia dan purpura trombositopenia. Dari semua itu yang terpenting dalam bidang obstetri dan ginekologi adalah purpura trobositopenia dan hipofbrinogenemia. Pada keadaan-keadaan tersebut darah akan sulit membeku sehingga perdarahan dapat terus terjadi.
2. Perdarahan pasca persalinan sekunder (lambat)
a. Plasenta rest dan tertinggalnya selaput ketuban. Pada keadaan ini perdarahan dapat terjadi sedikit-sedikit sehingga tidak didiagnosa secara dini. Namun adanya sisa dalam uterus menghalangi kontraksi uterus.
b. Trauma persalinan, bekas SC-pembuluh darah terbuka. Hal ini dapat terjadi pada persalinan SC maupun episiotomi. Adanya pembuluh darah yang terbuka menjadi sumber perdarahan.

c. Infeksi. Infeksi menimbulkan subinvolusi bekas inplantasi plasenta. Normalnya uterus akan berkontraksi dengan efektif setelah persalinan sehingga perdarahan tidak akan berlangsung. Sedangkan pada subinvolusi proses mengecilnya uterus yang terganggu, dan perdarahan masih terjadi. Pada pemeriksaan bimanual ditemukan uterus lebih besar dan lebih pendek daripada seharusnya mengingat masa nifas.

D. FAKTOR PREDISPOSISI PERDARAHAN PASCA PERSALINAN
Beberapa faktor predisposisi dari perdarahan pasca persalinan adalah :
1. Keadaan umum lemah-anemia. Anemia merupakan keadaan di mana kadar Hemoglobin dan unsur besi dalam darah rendah, sehingga suplai ke jaringan termasuk uterus berkurang yang dapat menyebabkan iskemia uteri sehingga kontraksi otot uterus tidak dapat terjadi dengan baik.
2. Multiparitas. Keadaan uterus pada multiparitas kurang baik dibandingkan primiparitas karena kontraktilitas otot uterus sudah berkurang, sehingga respon untuk kontraksi sesaat setelah persalinan kurang baik.
3. Pasca tindakan operasi vaginal. Pada keadaan ini dapat terjadi robekan bekas luka operasi.
4. Distensi uterus berlebihan seperti pada hidramnion dan hamil ganda. Distensi uterus berlebihan dapat menyebabkan iskemia uteri sehingga kemampuan otot uterus untuk berkontraksi menjadi lemah.
5. Kelelahan ibu seperti pada persalinan lama. Kelelahan pada ibu terjadi karena hilangnya cadangan makanan dalam tubuh termasuk terjadinya anemia sehingga menurunkan kemampuan kontraksi otot uterus.
6. Partus presipitatus (baik dalam persalinan maupun kelahiran).
7. Trauma persalinan (robekan vagina dan perineum, robekan serviks, robekan forniks, dan robekan uterus). Robekan jalan lahir dengan perdarahan aktif yang tidak segera ditangani menjadi sumber perdarahan.
8. Gangguan kontraksi : counvolaire uteri. Dapat terjadi karena adanya massa pada uterus seperti mioma uteri maupun kelainan dari uterus itu sendiri.
9. Riwayat atonia uteri/HPP pada persalinan lalu. Berhubungan dengan keadaan malnutrisi menahun dan potensi mengalami gangguan kontraksi.


E. DIAGNOSIS PERDARAHAN PASCA PERSALINAN
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama, tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun. Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10 % dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik; gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah 20 %. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok. Diagnosis perdarahan pasca persalinan dipermudah apabila tiap-tiap persalinan setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala tiga dan satu jam sesudahnya.
Untuk membantu diagnosa perdarahan pasca persalinan karena penyebabnya, dapat dilihat tabel 2.1 tentang diagnosis perdarahan pasca persalinan.

Tabel 1. Diagnosis Perdarahan Pasca Persalinan
Gejala dan Tanda yang Selalu Ada Gejala dan Tanda yang Kadang-kadang ada Diagnosis Kemungkinan
 Uterus tidak berkontraksi dan lembek
 Perdarahan segera setelah anak lahir Syok Atonia uteri
• Perdarahan segera
• Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
• Uterus kontraksi baik
• Plasenta lengkap • Pucat
• Lemah
• Menggigil Robekan jalan lahir
• Plasenta belum lahir setelah 30 menit
• Perdarahan segera
• Uterus kontraksi baik • Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
• Invesio uteri akibat tarikan
• Perdarahan lanjutan Retensio plasenta
• Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah tidak lengkap)
• Perdarahan segera • Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang Tertinggalnya sebagian plasenta
• Uterus tidak teraba
• Lumen vagina terisi massa
• Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
• Perdarahan segera
• Nyeri sedikit atau berat • Syok neurogenik
• Pucat dan limbung Inversio uteri

Tabel 1. Diagnosis Perdarahan Pasca Persalinan (Lanjutan)
Gejala dan Tanda yang Selalu Ada Gejala dan Tanda yang Kadang-kadang ada Diagnosis Kemungkinan
• Sub-involusi uterus
• Nyeri tekan perut bawah
• Perdarahan >24 jam setelah persalinan
• Perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus dan tidak teratur) & berbau (jika disertai infeksi) • Anemia
• Demam Perdarahan terlambat (sekunder)
Endometritis atau sisa plasenta (terinfeksi atau tidak)
• Perdarahan segera intraabdominal dan/atau vaginam)
• Nyeri perut berat (kurangi dengan ruptur) • Syok
• Nyeri tekan perut
• Denyut nadi ibu cepat Robekan dinding uterus (ruptura uteri)

F. PENATALAKSANAAN PERDARAHAN PASCA PERSALINAN
1. Penanganan umum
a. Perbaikan keadaan umum (pemasangan infus; transfusi darah; pemberian antibiotik dan pemberian uterotonika),
b. Pada keadaan gawat dilakukan rujukan ke rumah sakit
2. Pada robekan serviks vagina dan perineum, perdarahan diatasi dengan jalan menjahit.
3. Penanganan khusus
Penanganan khusus dilakukan berdasarkan etiologinya.
a. Untuk atonia uteri dilakukan langkah pengobatan sebagai berikut:
• Menimbulkan kontraksi otot rahim dengan cara pemberian uterotonika yaitu: oksitosin langsung iv/im yang menimbulkan kontraksi cepat, Methergin iv/im untuk mempertahankan kontraksi, serta prostaglandin.
• Yang kedua adalah dengan kompresi bimanual;
• Melakukan uterovaginal tampon, tetapi saat ini tindakan ini sudah tidak banyak dikerjakan lagi. Bila dengan uterotonika kontraksi otot rahim tidak terjadi, uterovaginal tampon tidak perlu dipasang ;
• Ligasi arteri hipogastrik, dilakukan bila gagal menghentikan perdarahan dengan cara biasa (konservatif) dan penderita menolak tindakan histerektomi karena ingin punya anak lagi ;
• Penjepitan parametrium menurut Henkel, bertujuan untuk menjepit arteri uterin sehingga perdarahan berhenti;
• Histerektomi supravaginal, dilakukan bila perdarahan tidak dapat diatasi.
b. Untuk retensio plasenta tindakan yang dilakukan adalah:
• Pasang infus profilaksis;
• Berikan antibiotik adekuat;
• Berikan uterotonika : oksitosin dan /atau metergin;
• Tindakan akurat: plasenta manuil; serta
• Tindakan definitif : kuretase dan diperiksakan PA
c. Untuk inversio uteri penatalaksanaannya adalah :
• Pasang infus rangkap, mempersiapkan darah yang cukup ;
• Berikan tokolitik : ritidrine dan Magnesium Sulfat; Hilangkan rasa nyeri dengan pethidine atau morfin;
• Lakukan reposisi dengan memberikan anestesia dan reposisi pervaginam plasenta manuil, masase, uterotonika, oksitosin dan metergin;
• Bila gagal reposisi, lakukan tindakan operasi transabdominal atau transvaginal.
d. Untuk HPP dengan etiologi ruptura uteri dilakukan:
 Tindakan medis sebagai berikut: supravaginal histerektomi; total histerektomi;
 Tindakan yang dapat dilakukan bidan adalah : melakukan pendidikan dukun sehingga dapat mengurangi kejadian ruptura uteri; ruptura uteri seyogyanya dirujuk dengan persiapan yang baik: infus cairan pengganti dan untuk mengatasi syok, menyiapkan donor untuk transfusi, pemberian antibiotik, pemberian antipiretik dan bila mungkin diantar petugas.

Standar Pelayanan Kebidanan
Untuk penerapan norma dan tingkat kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan dan untuk melindungi masyarakat, maka saat ini telah dibuat sebuah standar pelayanan kebidanan yang juga berguna untuk menentukan kompetensi bidan dalam praktek sehari-hari.
Standar Pelayanan Kebidanan ini terdiri dari 24 standar yang dikelompokkan menjadi lima bagian yaitu: Standar pelayanan umum (2 standar), Standar pelayanan antenatal (6 standar), Standar pertolongan persalinan (4 standar), Standar pelayanan nifas (3 standar), dan Standar penanganan kegawatdaruratan obstetri-neonatal (9 standar).
Adapun standar penangananan perdarahan pasca persalinan termasuk dalam standar penanganan kegawardaruratan obstetri-neonatal yaitu standar 20 (penangananan retensio plasenta), standar 21 (penanganan perdarahan postpartum primer dan standar 22 (penanganan perdarahan postpartum sekunder). Adapun penjelasan tentang ketiga standar di atas terdapat pada buku standart pelayanan kebidanan.

Langkah Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan Primer (Varney, 1997)
1. Cek konsistensi uterus, karena sebagian besar penyebab perdarahan adalah atonia uteri.
2. Jika uterus atonia, lakukan masase untuk menstimulasi kontraksi sehingga pembuluh darah terbuka pada bekas implantasi plasenta terjepit
3. Jika uterus tidak segera berkontraksi baik :
a. Lakukan kompresi bimanual, untuk stimulasi kontraksi, yang akan menjepit pembuluh darah terbuka pada bekas implantasi plasenta.
b. Berikan obat-obatan oxitosic (jika belum diberikan) atau berikan tambahan jika sudah pernah diberikan.
c. Pastikan pemberian cairan iv menetap dengan jarum 16 G, 10 IU oksitosin dalam 500 ml caian RL.
4. Jika perdarahan belum teratasi :
a. Segera telepon dokter konsultan
b. Ambil contoh darah
c. Monitor tekanan darah dan nadi (bila perlu minta bantuan tenaga keperawatan yang lain)
5. Periksa kembali plasenta, untuk memastikan apakah ada bagian dan kotiledon yang tertinggal dan memerlukan eksplorasi uterus. Jika ada, lakukan eksplorasi uterus, karena uterus yang kosong akan berkontraksi dengan efektif
6. Jika uterus telah kosong dan berkontraksi baik tetapi perdarahan terus berlanjut, periksa robekan serviks, vagina dan perineum. Jika ada, lakukan repair.
7. Jika ibu mengalami syok (tekanan darah menurun, nadi cepat, pernapasan dangkal, kulit dingin), berikan posisi trendelenburg dan beri selimut, beri oksigen serta siapkan darah.
8. Pada keadaan gawat dan dokter belum datang, lakukan kompresi aorta.



☻☻☻

0 komentar:

Post a Comment

Mau?

afferinte.com

MERAIH RUPIAH KLIK INI

Join in Here